SINGARAJA FM,-Hari Suci Galungan tiba, hari kemenangan Dharma melawan Adharma dalam keyakinan Agama Hindu yang dimunculkan dalam perilaku nyata dengan merayakan dengan penuh kegembiraan. Hari Suci ini datangnya 210 hari sekali. Berbagai rangkaian upacara kita gelar untuk membuktikan sradha dan bhakti kita kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dalam rangkaian Hari
Suci Galungan kita melihat ada yang unik dan penuh dengan pemaknaan. Seperti
misalnya diawali dengan sugihan jawa, sugihan bali, penyekeban, penyajahan,
penampahan sampai pada Galungan. Dalam kegiatan Galungan banyak yang menjadi
symbol perayaannya salah satunya adalah Penjor.
"Segala kemeriahan
ini sebagai simbol bagaimana ritual yang dilakukan umat kita untuk melakukan
pemujaan besar (Piodalan Jagat) menuju pada kemakmuran. Dalam Himpunan
Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I –Ix,
dinyatakan bahwa Penjor adalah simbul Gunung Agung. Segala pala bungkah, pala
gantung dan sajen pada sanggar Penjor, melambangkan persembahan terhadap Bhatara
di Gunung Agung (Bhatara Giri Putri),"ucap Jro Kadek Satria selaku
Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kab.Buleleng dikonfirmasi
Selasa,(22/4/2025).
Lebih lanjut
disampaikan, dengan adanya Gunung timbulah kemakmuran. Dalam penjabaran
Keputusan ini teranglah bahwa penjor adalah sarana yang sangat penting dalam
pelaksanaan hari suci Galungan. Pernyataan bahwa penjor sebagai simbul Gunung
Agung, mungkin maksudnya adalah bahwa penjor sebagai salah satu sarana yang
sangat penting sebagai sarana ritual untuk melakukan pemujaan kepada Para De wa
yang bersthana di Gunung Agung. Tentunya dengan berbagai sarana alam yang
digunakan dalam pembuatannya.
"Hal inilah yang
menyebabkan bahwa isi dalam pembuatan penjor dalam rangka Galungan hendaknya
mengikuti keputusan kesatuan tafsir ini agar tidak terlalu melenceng dalam
pembuatannya. Memang dewasa ini kita mengenal dua jenis penjor. Pertama, Penjor
Upakara. Penjor ini merupakan penjor yang digunakan untuk setiap pelaksanaan
upacara. Hal ini bisa kita lihat apabila ada pelaksanaan upacara ngusaba di
berbagai desa adat maka penjor yang mesti dibuat adalah penjor upakara yang
memang berisi berbagai sarana penting dan wajib untuk kita gunakan sesuai
dengan penghasilan tegalan dan kebun kita. Isi alam seperti pala bungkah,
palawija, palagantung, palarambat dan berbagai tumbuhan lain sebagai symbol
kemakmuran,"imbuhnya.
Ditegaskan, kemakmuran
diperlihatkan dengan segala hasil bumi yang
dihasilkan. Artinya apapun yang
dihasilkan di kebun itulah yang kita persembahkan dalam rangkaian
penjor, hal ini akan memberikan nilai baik dan kepuasan tersendiri.
Kemudian, jelas Jro
Satria, kedua, penjor dekorasi. Penjor ini adalah penjor yang dibuat bukan
untuk kebutuhan upacara, namun dibuat atas dasar unsur keindahan untuk menambah
keindahan sebuah upacara seperti pada dekorasi pada umumnya. Biasanya untuk
menimbulkan keindahannya, maka penjor ini diisi hiasan yang terbuat dari
stereoform dan bahan plastik lainnya. Jika kita lihat perkembangan kini, maka
penggunaan plastik dan alat-alat lainnya yang mengandung unsur plastik mesti
dikurangi mengingat Perda Provinsi Bali yang menyatakan agar kita mengurangi
timbunan sampah plastik.
Tekannya, dalam artian
penjor untuk pelaksanaan Galungan hendaknya dibuat sedemikian rupa dengan menggunakan
alat-alat yang alami yaitu segala isi alam yang kita hasilkan. Seperti misalnya
daerah yang banyak menghasilkan padi, maka padilah dipersembahkan dalam
pembuatan penjor. Demikian halnya daerah penghasil jagung, buah-buahan,
palawija dan sebagainya, hendaknya itulah yang digunakan dalam pembuatan
penjor. Hal ini akan menambah Khazanah penjor yang ada, dimana setiap daerah
akan membuat penjor sesuai dengan penghasilan kebunnya masing-masing, dan
inilah sebagai aplikasi Galungan sebagai Piodalan jagat.
Dalam filosofis
kemakmuran, Naga Basuki sebagai symbol kemakmuran. Bentuk penjor pun dibuat
dengan filosofis ini, yaitu bagaikan naga, lengkap dengan berbagai bagian
tubuhnya. Keseluruhan "tubuh naga" tersebut disusun dari bahan dan
cara penyusunan sebagai berikut. Bambu, Bambu adalah bahan utama membuat penjor
sebagai simbol badan naga dan juga sebagai symbol dari Dewa Brahma. Lalu janur
muda sebagai perlambang kulit naga. Selanjutnya adalah dedaunan, dedaunan ini
ibarat rambut naga dan menjadi simbol dari Dewa Sangkara. Selanjutnya adalah
Hasil bumi dimana tempat menaruh hasil bumi menjadi lambang perut naga
(biasanya dibuat menyerupai endongan/tas dari jejahitan janur), lalu segala
hasil bumi yang ada didalamnya melambangkan Dewa Wisnu.
Selanjutnya adalah
menggunakan Sampian penjor, Sampian penjor ibarat ekor naga dan menjadi lambang
dari Parama Siwa. Kelengkapan lainnya adalah Sanggah penjor, Sanggah penjor
berupa hiasan di bawah pangkal penjor sebagai simbol kepala dan mulut naga yang
dibuat dari anyaman bambu yang berbentuk setengah lingkaran atau disebut dengan
Sanggah Ardha Candra. Lalu kain putih kuning, kain ini sebagai wastra yang
melambangkan Dewa Mahadewa dan Dewa Iswara.
"Demikianlah
sekiranya makna penjor yang kita gunakan sebagai pelengkap hari suci Galungan.
Utamanya para generasi muda pemahaman ini harus terus dipegang, "pang sing
nak mula keto" karena penjor ini yadnya yang sederhana tetapi sarat makna.
Rahajeng rahina suci Galungan dengan penjor yang sederhana dan sarat makna,
rahayu," tutupnya.
0Komentar